Sabtu, 04 April 2009

CATATAN ATAS SANSAUNA, kumpulan sajak Ibrahim Sattah

Oleh Husnu Abadi

Sebetulnya buku ini telah beberapa bulan yang lalu saya lihat di kantor penerbitnya, UNRI Press, namun baru bulan ini saya dapat memiliki dan membacanya.
SANSAUNA , Kumpulan Sajak Ibrahim Sattah, Dan Dan Did – Ibrahim- Haiti: dikumpulkan oleh Wira Sattah Junior, tebal 218 halaman, merupakan kompilasi dari beberapa artikel yang mengulas sajak-sajak Ibrahim, sajak-sajak yang pernah dibukukan, reproduksi kliping koran mengenai sajak, kegiatan, tulisan Ibrahim dan lain-lain. Tentu saja usaha penerbitan ini patut dihargai, karena dengan demikian, generasi kini akan semakin mudah mengenali para penyair besar yang lahir, besar dan dimakamkan di Riau. Buku ini sebetulnya telah beberapa tahun yang lalu direncanakan terbit. Wira Sattah, putera ke 5 almarhum Ibrahim, memang pernah menghubungi saya untuk meminta bantuan naskah-naskah yang ada pada saya, yang berkenaan dengan ayahnya. Tentu saja saya menyambutnya dengan senang hati. Sejumlah naskah yang saya berikan, ternyata cukup berguna bagi penerbitan buku ini. Ibrahim Sattah, atau saya selalu memanggilnya dengan Bang Ibrahim, paling tidak telah ikut membentuk diri saya, aspek kepenyairan dan aktifis kesenian, selama sepuluh tahun, sejak 1978 sampai dengan 1988, dengan berbagai suka-dukanya.
Ibrahim, lahir pada 12 Desember 1945 di Tarempa, sekarang masuk dalam kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau dan meninggal dunia pada jam 07.15 pagi hari, 19 Januari 1988 di Pekanbaru, dalam usia 43 tahun dan dimakamkan di Pemakaman Umum Jalan Kuantan Pekanbaru. Dengan demikian, kini telah memasuki tahun ke 20 sang penyair mantra ini meninggalkan bumi Riau ini, suatu masa yang cukup lama. Kehadiran buku ini, dapatlah dianggap sebagai peringatan ke 20 wafatnya sang penyair Dandandid.
Dalam kulit buku, dinyatakan bahwa dalam buku ini terdapat 5 penulis yang memberikan kata pengantar yaitu Hasan Junus, Slamet Sukrnanto, Ikranegara, Korrie Layun Rampan dan Husnu Abadi.
Tulisan Hasan Junus, diangkat dari makalahnya dalam sebuah diskusi sastra di Pekanbaru, berjudul Ibrahim Sattah : Mencari dan Menemukan Tempat ( 1982); tulisan Slamet Sukirnanto berasal dari artikel yang dimuat dalam harian Pelita, berjudul Mengenal Ibrahim Sattah (1978); tulisan Ikranegara berjudul Manusia Alam Ibrahim Sattah dalam Pentas Puisi, berasal dari artikel yang dimuat dalam harian Sinar Harapan (1980); tulisan Korrie Layun Rampan berjudul Puisi Sang Pawang Mantera dari Tarempa, berasal dari buku Puisi Indonesia Kini, Sebuah Perkenalan (1980).
Untuk artikel terakhir yang dinyatakan sebagai ditulis oleh Husnu Abadi, berjudul Mencari Rahasia Semantik Puisi Ibrahim Sattah secara Gramatikal, seperti yang termuat dalam halaman 28-30, seingat saya, bukanlah tulisan saya. Dugaan saya penulisnya adalah seseorang yang secara akademis memahami betul ilmu bahasa Indonesia, sesuatu yang tidak secara baik saya pahami. Kalau membaca kalimat berikut ini, yang tertera dalam halaman 29, alinea ke 3 .... bagi saya yang merasa beruntung dapat lebih mengenal Ibrahim Sattah sejak awal perjalanan kreatifnya, justru melihat, dengan pernyataan itu dia ada pada makna yang paling dasar dari karakter revolusionernya Erich Fromm..... dugaan saya penulisnya adalah Hasan Junus. Benar tidaknya tentang penulis artikel ini, tentu perlu dipertanyakan kepada Wira Sattah Jr, karena pada dia lah yang mengetahui sumber-sumber pengambilan artikel ini. Hal ini dapat juga dipertanyakan kepada Almukarram Alhaj Hasan Junus sendiri.
Dalam buku ini, beberapa naskah yang saya tulis adalah berupa puisi, laporan dan ulasan kegiatan, ulasan sajak, wawancara.
Beberapa waktu setelah Ibrahim meninggal dunia, saya menulis puisi berjudul Sebuah Pembicaraan Di Saat Keberangkatan, dimuat di harian Haluan, rubrik Budaya Minggu Ini, Mei 1988. Dalam buku ini dimuat dalam halaman 31, 32 dan pada halaman 215 dimuat kembali puisi itu tetapi tidak secara utuh. Alinea terakhir dari puisi itu tidak dimuat. Dalam buku Sansauna ini, tidak dijelaskan siapa penulis puisi ini. Selain telah dimuat di harian Haluan, puisi ini juga saya telah terbitkan dalam buku Lautan Kabut ( UIR PRESS, 1998), terletak di halaman 31-32.
Tulisan saya berjudul Menikmati Sajak-sajak Ibrahim Sattah, awalnya telah dimuat dalam Rubrik Budaya Majalah Panji Masyarakat, No. 312, Tahun 1980. Dalam buku ini yang dimuat adalah reproduksi dari halaman majalah Panji Masyarakat tersebut. Karena merupakan reproduksi, maka bagi pembaca yang ingin membaca apa yang saya tulis, tidak dapat secara jelas mengingat huruf-hurufnya menjadi kabur dan kecil. Tulisan ini juga saya telah bukukan dalam buku Ketika Riau, Tak Mungkin Melupakan Mu ( UIR Press, 2004, 3-11)
Untuk ulasan kegiatan, tulisan saya berjudul Ada Puisi, Ada Polisi berasal dari artikel yang dimuat dalam koran mahasiswa Universitas Indonesia Salemba, 5 Maret 1980, merupakan ulasan yang menyoroti sikap negara yang penuh kecurigaan pada setiap kegiatan pembacaan puisi di kampus-kampus, khususnya bila pembaca puisi itu penyair-penyair yang kritis, termasuk dalam hal ini penyair Ibrahim. Artikel ini juga telah saya bukukan dalam buku Ketika Riau (halaman 108-111). Ulasan lainnya adalah laporan kegiatan sastra, yang melibatkan Ibrahim, yang dimuat dalam bulletin Warta DKJ (Dewan Kesenian Jakarta), 31 Mei 1982, berjudul Ibrahim Baca Puisi (lihat halaman 188).
Ulasan lainnya yang saya tulis adalah ketika Ibrahim baca sajak di Gedung Wanita, ditaja oleh Lembaga Studi Sosial Budaya Riau (LSSB), tahun 1978, dimuat dalam harian Haluan, Padang, dalam rubrik Remaja Minggu Ini. Dalam buku ini reproduksi artikel ini (halaman 210-211) tidak terlihat judul berita dan siapa penulisnya.
Untuk wawancara saya dengan Ibrahim, judul wawancaranya adalah Pameran Dokumentasi Sastra Pekanbaru, dimuat dalam lembaran Budaya Minggu Ini, 26 Agustus 1980. Sayangnya naskah wawancara tidak dimuat dalam buku Sansauna ini. Dugaan saya ada kendala tehnis disini. Namun bilamana pembaca ingin mencarinya, dapat dilihat pada halaman 83-86 buku Ketika Riau .
Ada beberapa penulis artikel dalam buka Sansauna ini, yang dimuat dalam bentuk reproduksi sehingga tidak dapat dibaca secara baik. Mungkin dalam hal ini, Wira Sattah Jr, kesulitan waktu atau kendala tehnis lainnya, sehingga tak menempatkannya dalam artikel yang seharusnya diketik ulang, dan ditempatkan dalam artikel-artikel yang mengulas sang Ibrahim, perlu dan enak dibaca.
Adapun artikel yang saya maksud itu adalah Al Azhar, Ibrahim Sattah dan Haiti, Kemanakah Kita ? Diamlah Kau !; Ilham Bintang, Ibrahim Sattah, Yang Penyair dan Yang Berwajib; Kasdi WA, Mencoba Meremah Mantra Ibrahim Sattah; Usil Susilo , Penyair Yang Berpangkat Sersan; Ismail, Saya Bukan Sutardji; dan terakhir terdapat 2 tulisan karya Ibrahim Sattah sendiri seperti Kreatifitas Gaya Kampus, dan tulisan kedua Puisi ASEAN: Heaaaa ..... !
Bagaimanapun buku yang diedit dan diproduksi oleh Wira Sattah Jr ini patutlah mendapat penghargaan dari dunia sasatra di Riau, karena buku ini telah mengingatkan kembali kita semua akan penyair besar Ibrahim Sattah, yang kepergiannya telah memakan masa 20 tahun selepas.
Selain penghargaan tak lupa terselip sebuah harapan kiranya di masa depan Wira Sattah mempunyai masa dan sokongan untuk menyempurnakan buku ini. Bumi Pekanbaru, Awal 2008.













2 komentar:

  1. tahniah buat Buku "Sansauna"
    telah terbitkah
    kapan
    dimana
    siapa yang menerbitkannya
    ?
    ?
    ?

    BalasHapus
  2. buku yang di UNRI Press belum legal pak
    saya akan membuat versi lain buku ini
    memadukan sajak dengan fotografi
    dan akan terangkum di "Pictorial Journey Ibrahim Sattah jr"

    segera dami nya saya bikin
    dan akan saya kirim/ khabarkan ke Bapak

    salam...

    BalasHapus