Sabtu, 04 April 2009

HUSNU ABADI: PENGUSAHA LEBIH DOMINAN

Pakar Hukum Tata Negara Riau asal Universitas Islam Riau (UIR) HM Husnu Abadi, S.H., M.Hum. mengemukakan masih terjadinya pembakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau selama ini disebabkan berbagai faktor. Diantaranya, masih tingginya dominasinya (baca : intervensi) keinginan para pengusaha dibanding kebijakan pemerintah, apalagi atas kepentingan masyarakat kecil. Maksudnya pemerintah belum bisa menegakkan hukum dan aturan tanpa pandang bulu.
Selama ini, bila karhutla itu terjadi di lahan masyarakat biasanya proses hukum b9isa terlaksana dengan cepat. Sebaliknya bila kebakaran itu terjadi di lahan perusahaan (perkebunan) biasanya pemerintah sulit menegakkan hukumnya. Masalah ini sudah menjadi rahasia umum ditengah masyarakat.
"Bila kepentingan penguasa lebih dominan dari aturan hukum milik pemerintah, maka kasus karhutla tetap saja terjadi di masa mendatang. Sebab sulitnya menerapkan hukum bagi (terhadap) pengusaha sehingga tidak ada efek jera yang dirasakannya, maka pembakaran akan terus berlanjut, ujar kandidat dokor dari Universiti Utara Malaysia, saat dijumpai Jumat 930/1) kemarin.
Menurut Husnu, ada penyebab terjadinya karhutla di negeri ini. Pertama diakibatkan oleh ulah manusia. Seperti membuka lahan baru atau land clearing yang dilakukan pihak perusahaan, swasta atau perseorangan. Kedua akibat proses alam, terutama saat musim kemarau tiba, biasanya tanaman hutan kering. Ditambah adanya angin, maka akan terjadi gesekan antar sesama pohon yang akhirnya bisa menimbulkan panas hingga mengeluarkan api, yang menyebabkan terjadinya kebakaran, yang tak teduga.
Kondisi ini biasanya cukup sulit diatasi.
Zero Burning.
Husnu menilai ada beberapa upaya untuk menekan terjadinya karhutla tersebut. Misalnya lebih memaksimalkan penerapan kebijakan zero burning atau pembukaan lahan tanpa pembakaran. Bila program ini bisa dijalankan dan dipatuhi tentunya akan meminimalisir terjadinya karhutla di Riau.
Sealain itu, ketegasan hukum juga harus dimaksimalkan lagi. Tanpa adanya kepastian hukum mesti aturan sudah ada, namun sanksi tak berjalan, maka pembakaran akan tetap ada. "Agar ada memberikan efek jera maka harus ada hukuman yang keras atau harus ada pertanggungjawaban mutlak atas oknum (dan perusahaan ) yangmelakukan pembakaran hutan. Sehingga perusahaan tidak lepas dari tanggungjawab, terutama perusahaan yang lahannya ditemukan titip apai. Upaya ini merupakan strategi prefentif yang dilakukan secara bertahap, berdasarkan ketentuan yang berlaku, jelasnya. (Ari)
Koran Riau Mandiri, Minggu, 1 Februari 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar